Hari ini aku pengen cerita sesuatu. Sesuatu yang menampar syukurku
selama ini yang mungkin belum punya nilai apa-apa dimata Allah.
Jumat sore kami santri PPTQ menuju Rumah ibu Nyai , Ada
simaan Alqur’an yang dilaksanakan dirumah beliau. Sesampainya disana aku duduk
paling pojok, tepatnya disamping orang yang ingin aku jadikan topik pembicaraan
sore ini.
Saat memasuki bacaan Albaqaroh juz 2 mataku tak lagi khusyuk menyimak Alqur’an
yang dibacakan oleh beberapa santri. Pandanganku teralihkan oleh sesuatu yang
sempat mencuri tanya. Aku hanya mengikuti bacaan Alqur’an lewat mulut dan telinga. Sementara
Mataku berpaling kepada orang yang disampingku.
Diantara adab membaca Alqur’an yang aku ketahui salah
satunya adalah menutup aurat dan berpenampilan baik. Tapi yang dihadapanku
sangat kontras, “Apakah wanita ini belum mengetahui bahwa dalam membaca Alqur’an
punya adab-adabnya ya?” aku bertanya dalam diam sambil mengamatinya sesekali. Wanita itu sangat khusyu mengikuti simaan
Alqur’an. Aku pun masih mengikuti bacaan
dengan sebongkah hafalan yang masih menempel.
Aku masih belum bisa menerima keberadaan wanita berdarah
arab ini dengan pakaian yang melanggar etika kesopanan ketika berhadapan dengan
Alqur’an. Celananya pendek sebatas lutut, dan menggunakan kaus tank top
berwarna hitam. Tak berpenutup kepala. Sempat terlihat olehku ketiak putihnya
yang sangat bersih. Aku menikmati
kecantikan wajah dan mancungnya hidungnya. Takut ketauan mencuri pandang maka aku langsung menarik pandanganku dari dia. Aku kembali mengumpul titik fokus pada simaan Alqur’an yang tengah masuk surat Al-imran.
Selang 15 menit semua santri hilang fokus.Termasuk Aku .Semua
mata tertuju pada wanita yang bagiku mirip istri pak fadel Muhammad (mantan Gubernur
Gorontalo) ibu hanah hasanah. Sesekali
juga jadi mirip Artis nabila
syakib. Aku sampe tersihir dengan
kecantikannya. Tapi satu hal yang belum bisa kuterima yaitu dia memecahkan
tawanya dengan terbahak-bahak ketika dihadapan Alqur’an. Sontak semua yang
disampingnya dibuat kaget dan membanjiri tanya. “Wanita ini siapa?”
Rasa penasaranku
terjawab ketika melihat wajah wanita itu
terabadikan dalam gambar saat Wisudah Sarjana Kedokteran di Universitas
Muhammadiyah. Foto itu terpampang jelas menghiasi
dinding ruangan.
Ternyata Dia adalah
seorang sarjana kedokteran. Jadi Ceritanya setelah kegiatan Koasnya selesai
,wanita ini berniat untuk mengambil pesanan gaun pernikahannya yang telah dipesan.
Pernikahannya tinggal sepekan lagi. Dengan mengendarai sepeda motor, wanita ini mengalami kecelakaan. Ia dioperasi dengan beberapa jahitan di bagian
saraf otaknya. Dan hasil operasinya menyembabkan ia seperti dihadapanku
sekarang. Ia telah kehilangan nikmat Akal.
Mendengar kisah wanita ini aku terhenyak dan merasa malu
pada Allah. Betapa mudahnya Allah akan mengambil kembali apa yang telah Dia
pinjamkan kepada kita. Siapa sangka seorang dokter yang hampir sempurna kecantikannya
ternyata secepat itu Allah mengambil kembali semua nikmatNya. Wanita ini secara langsung membawaku pada
suatu perenungan bahwa tak ada yang patut disombongkan baik itu kecantikan,
pangkat atau kekayaan. Semuanya tak akan punya nilai apa-apa Jika barang
pinjaman telah kembali kepada PemilikNya.
Pemandangan ini memaksaku untuk bermuhasabah dalam diam. Betapa malunya aku karena seringkali alpa dalam mensyukuri nikmat dari Tuhanku. “
Nikmat tuhan mana yang Kau Dustakan?”
Aku tak bisa membayangkan jika kisah dokter cantik ini terjadi padaku, ada rasa takut merayap dalam benak jika nikmat akal ini diambil sementara aku belum mempergunakannya dengan aturan langit.
Sesungguhnya Nikmat Akal yang Alah istimewakan untuk kita semata-mata agar kita bisa membedakan mana yang haq dan bathil. Mana yang yang wajib dan mana yang haram, mana yang dilarang dan diperintahkan, tapi kadang kita berpura-pura tak menikmati keistimewaan akal dngan hakekat sebenarnya. Kita malah mempergunakannya untuk menajamkan murka Allah.
Aku tak bisa membayangkan jika kisah dokter cantik ini terjadi padaku, ada rasa takut merayap dalam benak jika nikmat akal ini diambil sementara aku belum mempergunakannya dengan aturan langit.
Sesungguhnya Nikmat Akal yang Alah istimewakan untuk kita semata-mata agar kita bisa membedakan mana yang haq dan bathil. Mana yang yang wajib dan mana yang haram, mana yang dilarang dan diperintahkan, tapi kadang kita berpura-pura tak menikmati keistimewaan akal dngan hakekat sebenarnya. Kita malah mempergunakannya untuk menajamkan murka Allah.
Ya Allah Aku masih membutuhkan nikmat Akal dan pikiran ini untuk
menghafal ayat-ayat langit yang in syaa Allah kelak akan ku hidangkan padaMU dan seluruh
para mahluk langit ,
termasuk kepada kedua orangtuaku ya Robb...
Aku berlindung dari golongan orang-orang yang kufur nikmat... -__-
termasuk kepada kedua orangtuaku ya Robb...
Aku berlindung dari golongan orang-orang yang kufur nikmat... -__-
0 senja:
Posting Komentar