Sebenarnya saya sedikit canggung menarasikan
sebongkah keakuan (siapa aku ) dalam paragraf ini, tapi ada dua
pertimbangan yang menggoda saya untuk
sedikit berceloteh tentang diri .
Alasan yang pertama karena ini sudah menjadi
sunnah bagi Penulis blogger untuk memperkenalkan diri di beranda, mungkin ini
adalah salah satu cara untuk mengikat hubungan emosional antara penulis dan
pembaca agar lebih dikenal dan disayang. Bukankah Tak kenal maka tak sayang?
Maka dengan cara memperkenalkan diri, saya berharap bisa menjadi wasilah untuk
mengakrabkan diri dengan pembaca.
Alasan kedua, saya ingin mewajibkan diri untuk
mengenal lebih jauh siapa diri saya lewat gugusan aksara. Bukankah siapa yang
tak mengenal dirinya maka dia tak mengenal Tuhannya? Pun ingin menggarap PR yang sampai sekarang
belum terjawab, ya.. PR dari langit yang akan nantinya akan diprensetasikan
kepada seluruh mahluk langit... Siapa aku? Dari mana aku berasal? Kemana
Tujuanku? Dan Apa kendaraanku pulang? Begitulah
sketsa saya untuk menguatkan makna terdalam terhadap kehinaan tanah kepada
langit yang menjunjung tinggi diatas segala selendang bumi.
Baiklah , Nama Saya Muthmainnah Nasaru.
Papa meminjam Nama ini dari surah Al-fajr
potongan ayat 27 untuk diabadikan pada diri saya sebagai harapan saya
menjadi pribadi yang tenang dan jiwa yang rida seperti perumpamaan yang
Allah lukiskan pada 4 ayat terakhir tentang Penghargaan Allah terhadap manusia
yang sempurna imannya.
“ Wahai
Jiwa yang tenang |Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan
diridai-Nya.| Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba – KU dan masuklah ke
dalam surgaKU|
Saya sangat bersyukur nama ini menjadi gaung saya
dalam meniti hari. Nama inilah yang setia menjadi Alarm untuk mengingatkan diri
untuk selalu menyelaraskan antara sikap/akhlak saya dengan sebuah nama yang di
hadiahkan oleh orangtua.
Kadang ketika diri mulai alpa dalam
mengintropeksi diri, maka nama ini berdering bak Alarm. Dengan kalemya Ia
melemparkan pertanyaan retoris yang jawabanya sudah ada pada diri saya.
“ wahai jiwa yang tenang, kenapa jiwamu masih
belum rida ketika sebuah musibah dan ujian
menggandeng? Bukankah Allah lebih tau yang terbaik untukmu? Kenapa kamu
masih saja putus asa dengan skenario Allah? Mana jiwa ridomu untuk menggapai RidhoNya?”
Pernah suatu ketika Nama saya menjelma
sebuah alarm yang sadis dengan suara membahana, Ia berteriak membangunkan saya “ Wahai jiwa yang
tenang Kamu ini memiliki nama yang anggun! tapi kenapa tidak bisa tenang ketika
sebuah masalah sepele menggoda?! Kenapa kamu tak setenang namamu? Tenangkan
pikiranmu dengan pikiran yang sehat, Tenangkan aliran darahmu dengan hu Allah,
tenangkan lisanmu dengan bahasa yang tak menyakiti, tenangkan wajahmu dengan
senyum ketulusan, tenangkan hatimu dengan dzikrullah, tenangkan cara jalanmu
dengan tidak melenggok-lenggok, tenangkan suaramu agar tak senada dengan irama
keledai wahai jiwa yang tenang!”
Alarm itu selalu menyulap seabrek kealpaanku
menjadi sebongkah kebaikan. Tanpa nama ini mungkin aku lebih banyak lupa pada
sebuah amanah. Yah, bagi saya nama ini adalah amanah orangtua agar bisa
membuahkan sebuah kepercyaan kepada siapa saja, terlebih kepadaNya.
Terimakasih mama..| terimakasih mama... |
Terimakasih mama...
Terimakasih Papa..
Terimakasih telah mengikat sikap alpaku dengan
sebuah doa keabadian ^_^. Sekali lagi terimakasih atas hadiah sebuah nama
“Muthmainnah”.
Oia Dulu sebelum saya hijrah dan masih ababil saya memiliki bintang cancer, namun setelah
saya tau mempercayai bintang adalah sebuah penghapusan kebaikan atau lebih
dikenal dengan syirik, maka saya putuskan menggunting zodiak itu dalam sampah
dosa. Namun secara psikologi berdasarkan hasil psycotest saya tergolong orang
melankolis dan terkadang menjadi
keluarganya Plegmatis :-D. So I’m melancholic
and Plegmatis ^_^.
Saya seorang boockholic, senang baca. Dan
selalu mengahabiskan jatah jajan dengan buku. Saya suka dengan kutipan Abbas
Mahmud “Bacalah yang bermanfaat ! Tetapi kukatakan : Manfaatkan apa yang kau
baca ! “. Pun penggiat pena lewat gugusan aksara, entah itu menulis di deary di
blog, dikoran lokal atau majalah.
Impian terbesar menjadi Hafidzah yang takut
padaNya. Bercita-cita menjadi seorang guru, Guru besar dalam kehidupan, Guru
Bahasa dan sastra, Guru para Penulis, Guru para penghafal Al-Qur’an dan spesial
guru buat keluarga. Tekad terbesarku mencetak anak bangsa melalui keluarga yang
berkualitas dunia akherat. J
Biar lebih akrab panggil saja saya Muti’ah.
Papa Mama selalu melangitkan nama ini ketika saya mendekap dipangkuan mereka.
Semenjak saya membaca sejarah islam tentang keindahan akhlak dari wanita yang
bernama Muti’ah, saya meminta orangtua untuk mendoakan saya lewat panggilan
itu. Muti’ah itu artinya orang yang taat. Muti’ah menjadi nama manja saya
bersama keluarga. Saya senang dipanggil dengan nama ini. Kata papa Insyaa Allah
Taat pada Allah, Pada ortu dan pada Suami J.
Sebagian juga ada yang menyapa saya dengan
panggilan Nina. Nina panggilan para tetanga rumah. Selanjutnya Anin,Uty dan
Calmness, Mumut, Thya. Nama ini pemberian orang-orang terdekat yang memiliki
memori tersendiri. Entah itu dari teman, sahabat atau guru-guru yang menjadi
idola saya ketika sekolah. Tak perlu menjabarkannya lagi secara detil karena nama
ini terkadang menjelma sebuah rinai hujan
yang rintiknya membawa pada satu kerinduan yang tak ingin lagi kurindukan...#ehik :-D
Cukup sekian paragraf singkat tentang diri
yang terkesan lebay :-D, terakhir saya
memiliki prinsip hidup bahwa Iman yang tertumbuh subur dalam naungan Alqur’an,
dipahami akal dan dilmuinya dengan matang mampu merantai gunung, melauti
lembah, dan mendarati samudera. Karena sejatinya darah yang mengalir di nadi
kita akan menjadi saksi berdenyut untuk apa setiap detiknya.