Senin, 07 Desember 2015 |

Terapy marah versi Mutiah

catatan harian Mutiah
Membiarkan emosi marah yang membelenggu terkadang memang harus dilakukan. Karena jika membotolkan perasaan marah justru dapat  menguras energi dan menggangu pikiran.

Memendam yang tidak baik justru akan merusak  diri sendiri,karena itu saya menggunakan terapi untuk mengosongkan kepingan emosi yang membelenggu.

Terapinya adalah menuliskannya dalam catatan harian setelah istigfar, wudhu dan mendirikan dua rakaat.
Dengan begitu ada perasaan lega karena ruang hati tak sesak dengan emosi mengganjal.

Tentu yang paling diprioritaskan adalah menemuiNya dulu untuk mengemis ampunan terhadap emosi yang menggangu konsentrasi ibadah disetiap aktivitas.

Dalam deary saya bisa mengintropeksi diri dan menyeimbangkan ritme emosi  yang berhamburan jika tidak dikendalikan dengan mata pena.
Namun tulisan itu hanya sebatas dokumentasi pribadi,tidak untuk dipublish di medsos.

Semuanya tulisan saya endapkan. Dan akan dibuka kembali ketika akan mengeksekusi karya fiksi berupa cerpen sebagai bahan untuk menempelkan karakter  pada tokoh dalam cerita pendek.

Dulu saya sempat meramu emosi saya  pada sebuah karya fiksi yang diterbitkan. Dari pada saya marah nggak jelas pada orangnya maka saya segera mengabadikan kejadian itu menjadi sebuah karya fiksi dengan bumbu imajinasi .
Dan inilah yang membuat saya mencintai fiksi, kita bisa mewarnai kebaikan kepada orang lain tanpa terkesan menggurui, karena toh mereka juga tau ini hanya hayalan belaka. Marah yang menghasilkan fee dalam tabungan rekening.



***

Anyway kenapa cerita tentang kita malah membahas emosi?
Something wrong with me?


Saya sekarang masih merapikan pecahan kaca yang berserakan di ruang hati.
Setetes darah sempat melukai ketulusan dan menodai kepercayaan .
Ternyata ada tangan tak  bertuan membanting kasar pada etalase kaca yang sementara terjaga.

Tak ingin memelihara rasa ini secara berlebihan, karena hanya akan merusak kejernihan berfikir. Bahkan merubah emas menjadi perak.

Cukup diam mendengar celotehnya dari jauh dan menuangkan air ketenangan bersama kebebasan paragraf, kemerdekaan gugusan aksara, untuk mengabadikan nama yang mestinya dilupakan.

Lupa adalah sebuah kewajaran, tapi melupakan adalah sebuah pilihan. 
Saya harus tenang dan bahagia, karena itu adalah hak saya untuk menikmati hidup.

Karena kebahagian bagaikan kupu-kupu. Ketika dikejar, kupu-kupu itu selalu menghindar dari tangkapan saya. Namun, Jika saya duduk tenang, dia akan menari-menari di atas saya.

Notes : Tulisan terakhir dipenghunjung libur Ponpes Qur'ani, sampai jumpa di tahun 2016.



42 senja:

pulau_ila mengatakan...

saya juga kadang merasa begitu. ini lg berusaha ngerem,kl terasa mau kumat emosinya, langsung alihkan perhatian ke hal-hal menyenangkan.

Unknown mengatakan...

Hehe iyaa bunda...
Dan menuliskannya adalah sesuatu yg menyenangkan buat muty^^

Santi Dewi mengatakan...

saya kalo marah atau emosi justru tidak bisa meluapkan. yang ada hanya diam dan cemberut hehe

Unknown mengatakan...

Xixi iyaa yaa mbak.. Muty juga gitu,tapi belum plong jika belum menuliskannya di deary...
Deary kayak teman cerita yg paling tulus...ketika lagi emosi.

Unknown mengatakan...

Marah buatku adalah sesuatu yang agak susah. enggak sering marah soalnya. Tapi justru ketika dengan orang yang dicintai lebih gampang marah. Marah kalo dia berbuat yang enggak baik, marah kalo dia pergi ninggalin kita.
Lupa memang sebuah kewajaran, dan melupakan adalah pilihan. Bener banget. Tapi semakin kita berusaha melupakan justru kita malah akan mengingatnya. Karena disitu ada proses mengingat.

Muh. Aldy Jabir mengatakan...

Tinggal kontrol aja apa yang ingin ditulis. Jangan sampai nafsu berada disekeliling. Ingat, motto blog mbak kan "Menulis Membuatmu Abadi". Jangan samapi hal yang abadi itu adalah hal yang negatif sehingga tak menimbulkan mnafaat sama sekali. Selamat menulis :)

Unknown mengatakan...

Mas Nur : siip Mas
Thanks yaa ^^

Unknown mengatakan...

Mas Aldy : hhe Na'am .. jazakallah ya telah mengingatkan.. sebisa mungkin untuk tdk menghamburkannya di blog.
Thanks yaa

Anjar Sundari mengatakan...

saya kalau lagi marah biasanya pada anak, dalam hati sih ngigit-igit pengin nyubit ya mbak...tapi sebisa mungkin saya tahan, terus diam aja paling istighfar dalam hati sambil membatin : ini anak siapa sih koq nyebelin... :)

Unknown mengatakan...

Hehehe
duh ngk kebayang gimana nanti Muty jd seorang ibu :-D

Pangeran Wortel mengatakan...

Ukhuk. (biar sama) Assalamualaikum Muth. Semoga sehat selalu, ya.

Hem... Pangeran aja belum pernah nerbitin di majalah gitu, soalnya cerita komedi kurang laku di media koran. Mungkin, ketika tulisan sejenis syahdu punya Pangeran, sepertinya bisalah untuk bersaing dengan yang lain. hehehe.

Tapi emang bener. Kosakata Muth selalu apik dicampurkan. Seperti makanan complate dengan rasa yang pas. Gue sendiri pernah juga marah dan melakukan hal yang sama seperti tulisan ini. Nice deh.

:)

Mugniar mengatakan...

Alhamdulillah .. ada resep pribadi seperti ini Muthy. Insya Allah bisa menjadi orang yang sabar :)

Unknown mengatakan...

Hehehe
Waalaikumusalam warahmatullah wabarakatuh Pangeran Wortel yg syahdu :-D

Ciyee yg mau merelease blog barunya...
Yakinlah aku akan jd pembaca setia tulisanmu pangeran :-D

Uhuk uhuk ... any wei bai de wei bas wey terimakasih atas sentuhan pujiannya yg nyaris menerbangkanku ke atap..

#Jiaah kambuh deh lebaynya pecinta sastra

Big thanks pangeran^^

Unknown mengatakan...

Allahuma aamiin...
Terimakasih bundaku^^

rizki mengatakan...

Hebat ya, ketika marah saja masih sempat membuat tulisan dan hasilnya. Aku boro-boro kalau marah ya marah aja kalau dibuat nulis malah hasilnya jelek gara-gara terlalu membara pas nulis. Hehe.

Tapi aku kalau marah gak sampai diluapkan sambil teriak-teriak gitu paling ya cuma diam aja.

Arifah Abdul Majid mengatakan...

Iya betul, menuliskan hal-hal yang menyesakkan dada memang bisa membuat kita merasa lega..

Arum Kusuma mengatakan...

Wiih keren, marah malah jadi karya dan menghasilkan.. Subhanallah kak Muty tau betul mengalokasikan kemarahan menjadi berkah :-)

Saya selalu berusaha menahan emosi, meskipun rasanya sakit :'(

Akarui Cha mengatakan...

Segala bentuk emosi memang sebaiknya disalurkan dengan cara yang posotif ya. Aku juga nulis diary kalo sebel, sedih, atau senang. Kadang kulampiasin dengan bernyanyi atau malah mewarnai.

Tofik Dwi Pandu mengatakan...

kalau marah saya mah lebih suka duduk, kalau maish marah biasanya cuci muka dan tiduran baca istigfar.. dll..

biar mengurangi emosinya hehe

Unknown mengatakan...

Yup Riz.... krn diam itu emas dan berteriak itu perak hhe..

Unknown mengatakan...

Iyaa bunda...selega membuang angin di udara xixi

Unknown mengatakan...

Kalau sakit segera cari penawarnya dek...biar ngk akut hhehe

Makasih Arumku...

Unknown mengatakan...

Mbak Aka :wah kereen tuh mewarnai..
Temanku malah klu marah dia bikin gambar dan dijadikan komik,anak design jg sih

Unknown mengatakan...

Mas Pandu kereeen... two thumbs up..

muthihaura mengatakan...

kereeen nih si kakak pelampiasan marahnya. tulisannya fiksinya udah pernah masuk koran waah :D
ajarin dong kak gimana caranya? #GagalFokus hehe
aku juga kalau lagi marah ngelampiasinnya ketulisan, hampir sama kita kak, ayo tos-aan :D
eeh nama kita juga samaan ya hehe. salam kenal ;))

dunia kecil indi mengatakan...

Wah, hebat ya emosi menjadi sebuah karya :) Kalau aku biasanya lompat-lompat di kasur, main musik atau main sama anjingku sampai lupa sama marahnya dan ketawa-ketawa, hihihi :)

Unknown mengatakan...

Hai Muthi.. :-D
Wah semoga kecentol semangat dek muthi yg selalu melangitkan cita cita untuk sebuah ranah 3 warna... hhe saya sering baca tulisanmu.. jadi udah hafal setiap sudut darimu hhehehe...

Salam kenal juga yaa dear... terimakasih dah mampir^^

Unknown mengatakan...

Eh ada mbak Indi ^^..
Merasa tersanjung dikunjungi mbak indri cz saya penikmat tulisan mbak dalam diam hho.. just silent reader :-D

Wah kereen juga bisa bersenandung dgn musik sambil lompat lompat..:-D

Trimakasih mbak..^^

Lulu Anditha mengatakan...

Assalamu'alaikum, Mbak Muthy :) Rasa2nya aku prnah mampir ke blog ini deh, tp kok kayaknya ini blog baru atau gmn ya? Atau emg aku aja yg salah? Hehe.
Keren banget, kemarahan bsa jd duit gitu. Mantep! :D
Nulis di diary emg bkin lega ya, smua unek2 bsa dikeluarkan. Gak perlu capek2 ngmong ke org lain yg justru malah mengumbar aib org yg bkin kita marah tsb. Emg lebih aman nulis di diary dan diri kita sndiri yg baca deh.

Aku blm prnah nyoba sih, kalo lg marah dibikin fiksi gtu. Mgkin paling dapet feelnya nulis pas lg sedih kyaknya.. Hehee.

rahul syarif mengatakan...

Kalo marah sih aku sering ninju2 tembok ngga jelas gitu. Emang pertama ngga ngerasin sakit, tapi, setelah marahnya reda, tanganku yg sakit lagi~

Zalfaa Azalia mengatakan...

Kalau marah sih biasanya dibanyakin minum air putih.. entahlah, hal ini bisa ngefek.. jadi serasa adem gitu hehe apalagi kalo ditambah wudhu

Unknown mengatakan...

Saya kalo marah dan bingung mau meluapkannya gimana, saya mandi, biar adem. Siap mandi, trus tidur deh.

Ini marah yang positif ini, marahnya bisa jadi karya tulis yang bisa dibaca orang. Sangat bermanfaat untuk yang membaca, apalagi kalo mereka sedang merasakan hal yang sama.

Ninda mengatakan...

kalau mengatasi marah versi aku sih tidur mbak :) salam kenal ya

rizki mengatakan...

Lebih baik diam pas marah, soalnya kalo marah suka gak sadar diri tau-tau sasaran amukan kita sudah berdarah-darah gara-gara diapa-apain pas marah.

Pangeran Wortel mengatakan...

Hehehe, ciyee juga ...

"Hemm.. ternyata Muth bisa lebay juga pemirsah." :D

Sama2

Haris Firmansyah mengatakan...

Keren banget bisa memanajemen amarah jadi karya. Salute! :D

Zeipth mengatakan...

saya ini termasuk tipe yang suka memendam rasa amarah sih. jadi suka sabar gitu tapi nggak jarang kalau suedah emosi suka main pukul aja.

justru saya nggak bisa nulis kalau lagi berbalut emosi yang berlebihan

Hidayah Sulistyowati mengatakan...

Wah, bagus tuh marah harus dilampiaskan dalam karya ya. Aku jarang banget bisa marah, biasanya berdoa aja, istighfar terus agar stok sabarnya luber, hehe

Irly mengatakan...

Karna saya tidak.. eh.. belum pandai menuliskan fiksi, saya memilih menulis di blog juga, tapi gak dipublish. jadi semacam diary online gitu :)

Ummi Nadliroh mengatakan...

Terapi marahnya keren ini... Dan saya selalu suka dg pilihan kata Dek Muthy

Shaff and Summer mengatakan...

Bismillaahi maa syaa Allaah.. :")

Shaff and Summer mengatakan...

Bismillaahi maa syaa Allaah.. :")